SIMALUNGUN| ARMEDO.CO – Dalam UU Cipta Kerja (UUCK) tidak ada pemutihan dan pengampunan bagi para pelaku pengelola lahan kawasan hutan.
Dilansir KLHK, Kamis (24/8/2023). Hal itu ditegaskan Sekjen KLHK dalam sosialisasi implementasi UUCK nomor 11 tahun 2020 dan PP 24 tahun 2022.
Kita sepakat menyelesaikan terbangun nya usaha atau kegiatan sebelum UUCK di dalam kawasan hutan yang ditandai selesainya proses hukum administrasi.
Seperti dalam pasal 110 B UUCK, kata Bambang Hendroyono. Kawasan yang kita selesaikan tetap akan berstatus kawasan hutan. UUCK tidak ada pemutihan dan pengampunan.
KLHK menegaskan bahwa tidak ada pemutihan ataupun pengampunan bagi kepemilikan sawit dalam kawasan hutan, tegas Bambang Hendroyono di Polda Riau dan dihadiri Kapolda.
Seluruh Polres, Swasta, anggota DPR RI Instiawati Ayus dan para pihak terkait lainnya. Ketua tim Satuan Pelaksana Pengawasan dan Pengendalian Implementasi (Satlakewasda) UUCK.
Mengatakan, pendekatan hukum yang digunakan memang ultimatum remedium atau mengedepankan sakksi administrasi. Namun bukan berarti sanksi hukum hilang begitu saja.
Pengenaan sanksi administrasi, kata Bambang digunakan untuk memberi ruang bagi kelompok masyarakat yang berada di dalam kawasan. Contohnya akibat perubahan tata ruang.
Dan juga kelompok rakyat kecil yang telah bermukim lima tahun berturut turut. “Mereka nanti akan diidentifikasi penyelesaiannya melalui pasal 110 A dan pasal 110 B,” imbuhnya.
Bahwa kebijakan ini hanya berlaku bagi yang sudah beraktifitas dalam kawasan sebelum UUCK. Jika masih melakukan kegiatan baru dalam kawasan hutan setelah UUCK disahkan 2 Nov 2020.
Maka langsung dikenakan penegakan hukum dengan mengedepankan sanksi pidana, tidak berlaku lagi sanksi administrasi, tegas Bambang.
Terkait persoalan perambahan dan alih fungsi ratusan hektare lahan kawasan hutan di Nagori Bosar Nauli dan Buntu Turunan, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun.
Yang diketahui telah terjadi sejak tahun 1980 silam, Kepala UPT KPH Wilayah II Pematang Siantar mengatakan bahwa negara memberi peluang kepada warga negara yang telah menguasai kawasan hutan tanpa izin untuk melapor dan mendaftarkan penguasaannya kepada negara.
“Bahwa negara memberi peluang kepada masyarakat yg telah menguasai kawasan hutan tanpa izin utk melapor dan mendaftarkan penguasaannya kepada negara,” sebutnya Sukendra Purba selaku Kepala UPT KPH Wilayah II Pematang Siantar, dan ini mengacu UUCK nomor 11 tahun 2020, katanya.
Disinggung mengapa Dinas LHK Sumut dan UPT KPH Wilayah II Pematang Siantar tidak ada melakukan tindakan, mantan Kasi UPT KPH Wilayah II Pematang Siantar mengatakan bahwa itu bukan tugas dan fungsi daripada dinasnya/pemerintah bawahan. Tetapi itu gawai-an KLHK di Jakarta. (Zai)