SIANTAR, ARMEDO.CO – Rindu Erwin Marpaung bersama 15 orang Advokad yang tergabung dalam Kantor Hukum Pondang Hasibuan SH MH dan rekan lainnya secara resmi mengajukan gugatan terhadap institusi publik.
Diantaranya: Polri (Kepolisian Republik Indonesia), Poldasu, Polres Pematang Siantar. Kasat Lantas Polres Pematang Siantar, karena melakukan pembiaran terhadap keberadaan kendaraan odong odong yang beroperasi di jalan umum.
Tindakan ini diambil sebagai bentuk protes atas diamnya Kasatlantas terhadap pelanggaran lalu lintas yang nyata dan membahayakan pengguna jalan umum di Kota Pematang Siantar, terutama bagi keselamatan anak anak.
Menurut Rindu Erwin Marpaung, maraknya kendaraan odong odong yang dimodifikasi tanpa standar keselamatan namun tetap dibiarkan beroperasi di jalan umum mencerminkan adanya kelambanan institusional.
“Ini bukan sekadar pelanggaran teknis, tapi juga soal prinsip dasar negara hukum: setiap tindakan (atau kelalaian) institusi publik harus dapat diuji secara hukum dan moral,” tegasnya.
Odong-odong bermotor, kendaraan hiburan anak yang dimodifikasi dari sepeda motor atau mobil bak terbuka, telah menjamur di wilayah Pematang Siantar tanpa pengawasan standar keselamatan.
Ironisnya, praktik ini dibiarkan tanpa tindakan tegas, meski jelas melanggar aturan lalu lintas dan berpotensi menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang fatal.
“Ini soal keselamatan pengguna jalan umum dan penguna kendaraan. Ketika institusi seperti kepolisian tidak bertindak, maka mereka turut bertanggung jawab atas segala akibatnya. Ini pembiaran, bukan ketidaktahuan,” tandasnya.
Gugatan dilayangkan ke Pengadilan Negeri Pematangsiantar sebagai bentuk tanggung jawab sipil untuk menuntut keselamatan publik dan teguran moral terhadap kelalaian negara dalam menjalankan mandat konstitusionalnya.
Menurut Rindu Erwin, hukum bukan semata-mata aturan tertulis, tetapi juga harus menjadi instrumen untuk menghadirkan keadilan dan menjawab realitas sosial. Warga yang menggugat pembiaran institusi publik merupakan etika tanggung jawab warga sekaligus tuntutan atas keadilan substantif dan akuntabilitas hukum.
Kelalaian aparat dalam menindak odong-odong, meski pelanggarannya tampak nyata di ruang publik, menunjukkan bahwa hukum tidak dijalankan secara aktif demi keadilan, melainkan sekadar difungsikan secara pasif.
Pembiaran tersebut menunjukkan kegagalan institusi publik dalam menjalankan fungsi pengawasan, penegakan hukum, dan perlindungan warga, yang seharusnya menjadi mandat utama institusi publik.
Dalam perspektif hukum dan filsafat publik dijelaskan Rindu, tindakan diam ini mengikis legitimasi otoritas institusi publik/negara, serta menunjukkan adanya kesenjangan antara norma hukum dan praktik kelembagaan.