Simalungun, Armedo.co – Terkait Bidan desa (Bindes) yang menangani proses persalinan seorang ibu, Harmilawaty (29) di Puskesmas Parapat, Senin (16/10/2023) lampau hingga berujung kematian terhadap sang bayi. Bindes inisial EA buka suara mengakui dirinya ada menerima sejumlah uang, yakni sebesar Rp.600.000.
Jangan lupa like and subscribe Vidio kami
https://youtu.be/oxkt4MDgQUY?si=ZVsplZK5QLEudIMC
Besaran uang tersebut dia (Bindes EA) dari suami Harmilawaty, Topan Bakkara (38) ketika si pasien diperbolehkan pulang setelah melahirkan seorang anak perempuan di Puskesmas Parapat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Senin (16/10/2023).
Dikutip dari sejumlah informasi, Sabtu (4/11/2023). Pengakuan Bindes EA itu terungkap pada Rapat Dengar Pendapat DPRD Simalungun dengan Puskesmas Parapat yang dipimpin Komisi IV di Aula Puskesmas Parapat Jalan SM Raja, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Jum’at kemarin (3/11/2023).
Ketika pasangan suami istri (pasutri) Topan Bakkara dan Harmilawaty mau pulang, kata Bindes, kami disalamkan uang sebesar Rp.600.000. Kemudian saya tanya, Bapak iklas kasih uang ini? jawab Topan Bakkara ikhlas kemudian kami terima, kata Bidan Desa EA dihadapan Ketua Komisi IV DPRD Simalungun dan rombongan.
Lanjut Bindes EA, kami tidak mau menyebutkan angka, tapi kalau pasien yang mau kasih, kami terima dan saya juga tanya ikhlas pak? jawab Topan Bakkara ikhlas.
Kepala Puskesmas Parapat, Yanthi F Purba, S.Tr.Keb.Bd dalam kesempatan itu menepis anggotanya lalai dalam menjelaskan tugas, kedua bidan yang menangani persalinan tersebut telah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Semua pelayanan persalinan dilakukan secara normal dan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP), kata Yanthi, karena tidak ada tanda tanda komplikasi persalinan sehingga hanya ditangani oleh 2 orang bidan, dan terbukti saat lahir, bayi sehat, merah dan menangis.
Kapus Yanthi F Purba juga mengaku, bahwa plasenta si bayi tidak langsung keluar, baru setelah 30 menit bidan mengeluarkan plasenta si bayi degan cara manual (menarik dengan tangan) yang masih tertinggal didalam rahim pasien.
Selesai proses persalinan dan pengeluaran plasenta dilakukan Bidan, lanjut Kapus Parapat, bidan melakukan pembersihan bayi dan setelah istirahat beberapa jam tepatnya Selasa 17 Oktober 2023 sekitar pukul 09 WIB pasien dipersilahkan pulang.
Terpisah, Ketua Komisi IV DPRD Simalungun, Maraden Sinaga kepada wartawan mengatakan, Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar bertujuan untuk mengumpulkan informasi dari Tenaga Kesehatan yang menangani proses persalinan Kamis (16/10/2023) lalu.
Selain untuk mengumpulkan informasi dari Tenaga Kesehatan (Nakes) yang menangani proses persalinan, kata Maraden, kami juga ingin mengambil keterengan dari Kepala Puskesmas Parapat dan Kepala Dinas Kabupaten Simalungun Edwin Simanjuntak.
Setelah mendengarkan informasi dan keterangan dari yang terkait, Maraden menyampaikan akan menggelar rapat dengan Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Simalungun lainnya yang membidangi kesehatan di Kabupaten Simalungun.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun Edwin Simanjuntak didampingi Kepala Puskesmas Parapat Yanthi F Purba menyampikan prosedur persalinan yang dilakukan tenaga kesehatan Kamis (16/10/2023) lalu telah sesuai Standard Operasonal Prosedur (SOP).
Setelah kejadian itu, kata Edwin kita langsung memanggil Ka. Puskesmas Parapat dan tenaga kesehatan yang menolong persalinan itu. Berdasarkan keterangan bahwa persalinan sudah dilaksanakan dengan sesuai Standard Operasional Prosedur (SOP).
Sementara, Topan Bakkara kepada wartawan menyampaikan. Setelah bayi lahir langsung diletakkan di ranjang bayi, Bindes terkait menyampaikan kepadaku bahwa ari-ari bayi masih tertinggal di rahim sang ibu. “Pak, ini ari-arinya masih tinggal,” tiru Topan.
Kalau dirujuk ke rumah sakit, lanjut Topan mengulang percakapan Bindes, nanti bisa kena biaya Rp6 juta karena tidak ditanggung BPJS. Kalau bapak mau, kata Bindes, bisa kita usahakan ditangani di sini, tapi bapak bayarlah sama aku, gitu kata Bidan Desa itu kepadaku, sebut Topan.
Akibatnya, kata Topan, dirinya saat itu panik, tertekan dan bingung. Kemudian memutuskan mempersilahkan mereka (tenaga kesehatan) mengerjakannya. Jadi ditariknya lah ari-ari itu, lanjut Topan, walaupun hasil penarikan itu akhirnya parah sampai operasi lagi ke Pematang Siantar.
Silahkan saja dia berdecak lidah demi menghindari hukum, tegas Topan, tapi saya akan tetap berjuang. Uang senilai Rp.600.000 yang saya berikan kepada petugas kesehatan yang menangani persalinan ketika hendak pulang kami dan atas permintaan dari sang Bidan dan atas negosiasi malam itu.
Uang Rp.600.000 itu saya berikan dengan keadaan terpaksa, beber Topan. Dan atas peristiwa yang terjadi telah kita laporkan ke Polres Simalungun dengan harapan agar persoalan yang ia alami diproses sesuai hukum maupun peraturan yang berlaku di Indonesia.
Terkait pelaporan, lanjut Topan, saya sudah dipanggil dan memberikan keterangan sejujurnya ke pihak Polres Simalungun. Memang anak saya tidak bisa hidup lagi dan saya tidak mau berdamai, biarlah diproses sesuai dengan hukum dan saya juga percaya kepada Kepolisian Simalungun.(*)